Sastra Waria Omah Kecebong

Seniman dan budayawan Jogjakarta menggelar pertunjukan istimewa di Omah Kecebong. Bertajuk Sastra Sendaren, mereka mengangkat tema Sastra Waria.

Sejumlah seniman ambil bagian dalam acara itu. Di antaranya ialah Liek Suyanto, Thomas Haryanto Sukiran, Gati Andoko, Iqbal H Saputra, Budi Sardjono, Maria Widy Aryani, Aprinus Salam, Rully Malay, Satiti Muninggar, dan Ana Ratri.

“Pentas Sastra Sendaren menjadi bukti eksistensi dan jaringan budaya yang penting. Inilah modal sosial budaya yang dimiliki Jogyakarta. Bisa jadi, di situ pula letak keistimewaannya,” terang Penggagas Omah Kecebong Hasan Setyo Prayogo, Kamis (10/12).

Tema Sastra Waria merupakan sebuah pemaknaan bahwa sastra adalah bahasa universal yang bisa dijadikan media ekspresi dan apresiasi getaran jiwa. Hal itu ditegaskan saat Rully Malay tampil.

Penyair dari Himpunan Waria Yogyakarta (Hiwayo) itu membacakan dua puisi yang merekam kisah hidupnya. Diksi yang dipilih sungguh mengena, aksentuasi yang pas, dan tertata penuh kesabaran.

Satiti mementaskan orasi budaya. Pesan yang disampaikan aktivis waria asal Malang itu sungguh dalam. Yakni, peradaban hanya bisa dibangun dari kepribadian yang mengutamakan penghormatan atas harkat dan martabat kemanusiaan, tanpa membeda-bedakan asal usul dan latar belakang.

adapun pemberitaan dari event ini adalah sbb:

Keren! Seniman Jogjakarta Angkat Sastra Waria (JPNN)

Jelajah Desa bersama teman-teman Sekolah Dasar

Pada bulan November 2015, Omah Kecebong mengadakan kegiatan Jelajah Desa. Kegiatan ini diikuti oleh teman-teman dari SD Model Kabupaten Sleman. Di dalam kegiatan itu, teman-teman kita sekolah dasar sangat antusias dengan aktivitas Mengenal Jenis jenis tanaman, Ngluku/Membajak Sawah, Menanan Padi, Naik Gerobag Sapi, Bermain Egrang dan bermain Dacon.

Sekolah Dasar adalah usia di mana kita mengenal banyak hal, mulai dari hal kecil sampai berbagai hal besar. Di sini melalui kegiatan akademis bersama Omah Kecebong, kegiatan mengenal cara menanam padi di sawah dan berbagai permainan tradisional diajarkan sejak usia dini, tidak lain untuk menanamkan rasa cinta terhadap budaya Indonesia juga pada saat yang bersamaan menanamkan rasa lebih menghargai asal muasal kita, yakni desa.

Negara yang besar, tumbuh dari ribuan desa yang hebat dan tangguh.